HALOOKI, Palembang: Penjabat (Pj) Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel) Elen Setiadi, bersama jajaran Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Sumsel, menggelar pertemuan dengan Komisi II DPR RI pada Rabu (5/2/2025) di Auditorium Bina Praja. Pertemuan ini bertujuan untuk membahas dan menindaklanjuti evaluasi pelaksanaan seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tahap 1 tahun 2024.
Elen Setiadi, didampingi oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Sumsel Edward Candra, menyambut baik kunjungan kerja Komisi II DPR RI ke Sumsel. Ia menyampaikan apresiasi atas perhatian yang diberikan terhadap evaluasi seleksi CPNS-PPPK di lingkungan pemerintah provinsi Sumsel.
Dalam laporannya, Elen memaparkan data terkait pelamar PPPK tahap 1 dan 2.
“Berdasarkan data dari BKD Sumsel, jumlah pelamar PPPK tahap 1 sebanyak 7.414 orang, dengan 3.077 orang dinyatakan lulus seleksi. Sementara itu, pada tahap 2, terdapat 3.397 orang pelamar,” jelasnya.
Elen juga mengungkapkan data terkait tenaga non-ASN di Pemprov Sumsel.
“Tenaga non-ASN yang terdata dalam database BKN sebanyak 8.606 orang. Dari jumlah tersebut, 4.861 orang telah menjadi PPPK per 2024,” ujarnya.
Lebih lanjut, Elen menjelaskan bahwa Pemprov Sumsel akan melaksanakan seleksi penerimaan ASN (CPNS dan PPPK) berdasarkan regulasi yang ditetapkan oleh Kementerian PANRB, BKN, Kemendikbud, dan Kemenkes.
“Untuk memastikan transparansi dalam proses seleksi, kami melibatkan tim APIP Inspektorat Sumsel,” tegasnya.
Elen juga menyampaikan kendala yang dihadapi dalam proses penataan pegawai non-ASN, terutama terkait keterbatasan anggaran.
“Namun demikian, Pemprov Sumsel akan berupaya membayar gaji tenaga non-ASN paruh waktu dengan layak,” janjinya.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Dede Yusuf, mengatakan bahwa kunjungan kerja ini bertujuan untuk menyerap aspirasi dan mendengar kendala yang dihadapi oleh pemerintah daerah terkait penataan ASN.
“Kami memahami bahwa pemerintah sedang berupaya menata ASN. Oleh karena itu, kami hadir di sini untuk mencari solusi bersama,” ujarnya.
Dede Yusuf juga menyoroti permasalahan terkait pegawai honorer yang terus bertambah.
“Di satu sisi, pemerintah kekurangan tenaga pegawai, tetapi di sisi lain, pegawai honorer terus bertambah hingga mencapai 4 juta orang,” ungkapnya.
Ia juga menyoroti kendala yang dihadapi pemerintah daerah dalam menerima formasi pegawai dan pembiayaan.
“Pemerintah daerah mengalami kesulitan saat menerima begitu banyak formasi pegawai dan pembiayaan. Belum lagi ada aturan yang menyatakan bahwa belanja pegawai tidak boleh lebih dari 30%,” jelasnya.
Menanggapi berbagai kendala ini, Dede Yusuf mengusulkan agar pemerintah daerah mengutamakan tenaga non-ASN eks K2, menyelesaikan proses penerimaan tenaga PPPK, dan tidak menambah pegawai baru.
“Kami juga setuju agar tenaga PPPK bisa menjadi CPNS. Namun, kita akan selesaikan satu per satu permasalahannya,” tandasnya.
Dede Yusuf berharap pemerintah daerah fokus pada proses penerimaan PPPK yang telah lulus dan mencari solusi bagi PPPK paruh waktu.
“Terpenting adalah dahulukan pegawai yang telah ada saat ini,” pungkasnya.