HALOOKI, OKI: Suasana Idul Fitri di Kayuagung, Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, kian semarak dengan digelarnya tradisi unik Midang Bebuke dan lomba sastra tutur ‘Cang Incang’. Ribuan warga lokal dan pemudik antusias menyaksikan arak-arakan pengantin adat dan kepiawaian generasi muda melestarikan warisan budaya.
Pantauan di lokasi pada Rabu (2/4/2025) siang, puluhan pasang pengantin dengan balutan busana adat terlihat anggun menyusuri Sungai Komering, diiringi alunan musik jidur dari berbagai kelurahan. Rombongan kemudian tiba di garis akhir, Pantai Love Kelurahan Sida Kersa, Kayuagung, di mana mereka disambut hangat oleh Gubernur Sumsel, Herman Deru, Bupati OKI, Muchendi, Anggota DPR RI, Ishak Mekki, serta jajaran Forkopimda dan pejabat terkait.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata OKI, Ahmadin Ilyas, menjelaskan bahwa Midang Bebuke merupakan tradisi arak-arakan muda-mudi yang dilaksanakan setiap Hari Raya Idul Fitri pada hari ketiga dan keempat.
“Tujuan utama Midang Bebuke adalah untuk memperkenalkan pakaian adat Kayuagung secara turun temurun, baik pakaian pernikahan maupun pakaian keseharian masyarakat,” terangnya, menambahkan bahwa tradisi ini telah ada sejak abad ke-17. Ia juga memaparkan perbedaan dengan Midang Begorok yang biasanya terkait dengan upacara pernikahan atau khitanan.
Seiring perkembangan zaman, Midang Bebuke bertransformasi menjadi agenda pariwisata andalan Kabupaten OKI, bahkan telah diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Kemeriahan Lebaran di Kayuagung tak hanya diwarnai Midang Bebuke. Lomba sastra tutur ‘Cang Incang’ juga sukses menarik perhatian, khususnya dari kalangan generasi Z. Ajang ini bertujuan untuk menanamkan kecintaan dan pemahaman akan nilai-nilai budaya daerah di tengah gempuran teknologi digital.
Gubernur Sumsel, Herman Deru, menyampaikan kebanggaannya melihat kuatnya masyarakat OKI dalam menjaga tradisi.
“Saya sangat bangga melihat masyarakat OKI begitu kuat mempertahankan tradisinya. Generasi muda harus mengenal dan bangga dengan budayanya sendiri di tengah pesatnya perkembangan teknologi,” ujarnya dengan nada bangga.
Tradisi Cang-incang sendiri merupakan sastra lisan turun temurun masyarakat Kayuagung yang kerap ditampilkan dalam upacara pernikahan. Ciri khasnya terletak pada penggunaan kata-kata klasik dan ungkapan yang mencerminkan kearifan lokal. Lomba ini diharapkan dapat memunculkan generasi penerus yang akan terus melestarikan warisan leluhur ini.
Bupati OKI, Muchendi, menegaskan, Midang dan Cang Incang bukan lagi sekadar milik masyarakat OKI, melainkan telah berkembang menjadi warisan budaya tak benda tingkat nasional.
“Midang adalah jati diri dan identitas kita, bukan hanya masyarakat OKI, tetapi juga warisan budaya nasional yang menjadi perekat bangsa. Oleh karena itu, keberadaannya harus terus dijaga dan dilestarikan,” tandasnya.
Melihat antusiasme masyarakat yang tinggi dalam mengikuti rangkaian adat Midang tahun ini, Bupati Muchendi menyatakan kebanggaannya dan berjanji akan terus meningkatkan kualitas penyelenggaraan di tahun-tahun mendatang.
“Saya sangat bangga melihat semangat dan antusiasme kita semua di sini. Ini membuktikan bahwa budaya kita masih hidup dan terus menguat. Jangan pernah lelah untuk terus menjaga keragaman dan kedamaian di Ogan Komering Ilir ini, karena tempat ini adalah contoh yang kuat dalam menjaga warisan leluhur demi kedamaian di Sumatera Selatan,” pungkasnya.